DAUN TANAMAN DIGITALIS SEBAGAI OBAT JANTUNG ( DIGOKSIN )
I.
Deskripsi tanaman
1. DIGITALIS
PURPUREA
A. Nama Tumbuhan
1. Nama Ilmiah :
Digitalis purpurea
2. Sinonim :
Common foxglove
3. Nama Lokal :
Digitalis
4. Familia :
Scropulariaceae
5. Ordo :
Solanales
B. Ciri Umum
1. Habitus :
Herba
2. Batang :
-
3. Percabangan :
Simpodial
4. Daun
a. Jenis Daun :
Tunggal
b. Filotaksis :
-
c.
Bentuk & Ukuran :
Bulat telur memanjang
(p=10-35cm, l=5-12cm)
5. Margo folii :
Crenatus
6. Basis folii :
Obtusus
7. Apex folii :
Obtusus
8. Permukaan daun
a. Warna :
atas :
Hijau muda
bawah :
hijau pucat
b.Tekstur :
atas :
Kasar (berbulu halus)
bawah :
kasar
9. Nervatio :
Penninervis
10. Stipule :
-
11. Catatan tambahan :
Dalam kondisi bunga belum tumbuh
C. Bunga
1. Bentuk bunga :
Lonceng tubuler
2. Jumlah & warna sepal :
(4-6) Hijau
3. Jumlah & warna petal : (
4) Merah muda, Ungu, Putih, di bagian dalam terdapat bintik-bintik
hitam
4. Jumlah Stamen :
4
5. Kedudukan Ovarium :
Tenggelam (inferus)
6. Infloresensi :
Rasemosa- tandan
7. Braktea/ Brakteola :
-
8. Rumus Bunga :
-
D. Buah
1. Tipe buah :
-
2. Bentuk & Ukuran : kerucut, kotak, beruang dua, tiap ruang berisi biji
3. Warna :
-
E. Lain-lain
1. Getah & Warna getah : -
2. Bau (aromatik dll) :
-
3. Sulur :
-
4. Duri :
-
5. Umbi :
-
6. Rhizoma :
Tunggang, warna coklat muda
2. DIGITALIS
LANATA
Nama Lain :
Daun digitalis lanata
Nama Tanaman Asal :
Digitalis lanata (Ehrh.)
Familia :
Scrophulariaceae
Zat berkhasiat Utama/Isi :
Glukosida-glikosida terdiri dari 5 golongan :
a. Digitoksigenina :
Ianatosid A
b. Gitoksigenina :
Ianatosid B
c. Digoksigenina :
Digoksina
d. Diginatigenina :
Diginatika
e. Gitaloksigenina :
Gitaloksina
Penggunaan :
Isolasi glukosida terutama Digoksina
Pemerian :
Bau lemah, rasa hangat pahit
Bagian yang digunakan :
Daun
Sediaan :
Digoxinum (FI), Digoxini Compressi (FI)
Perbedaan Digitalis Purpurea dan Digitalis Lanata :
Diditalis Purpurea
|
Digitalis Lanata
|
Daun berambut
Bentuk daun bulat telur memanjan sampai bulat telur melebar
Tepi daun bergerigi atau beringgit tidak beraturan,
kadang bergerigi, pucuk dan daun agak runcing,
pangkal daun dekuren/telinga
|
Setengah bagian bawah daun berambut
Bentuk daun sundip bulat memanjang
Bagian bawah rata dan samar-samar
berombak
bergerigi kea rah ujung daun
|
II.
ZAT AKTIF TANAMAN
Kandungan senyawa kimia dari
daun digitalis berupa glikoksida / digoksin/ digitoksin. Kandungan lainnya
berupa alkaloida, saponin, flavonoida, dan polifenol.
A. Glikoksida
Disini akan dijelaskan
pembagian glikoksida (glikosida) menurut aglikon. Aglikon dari glikosida
terdiri dari banyak jenis senyawa kimiawi. Senyawa-senyawa tersebut meliputi
senyawa-senyawa alkoholik dan fenolik, isotiosianat, nitril sianogenetik,
turunan antrasen, flavonoid dan steroid. Meskipun demikian glikosida tanaman
yang pada waktu ini banyak digunakan secara medisinal kebanyakan mempunyai
aglikon steroid, flavonoid atau antrasen. Ini tidak berarti bahwa glikosida
lain tidak penting, hanya yang digunakan untuk pengobatan lebih sedikit.
1) Klasifikasi
Glikosida
Ketika bahan kimia alami dari
kelompok aglycone digunakan sebagai dasar pengaturan, dimana penggolongannya
sebagai berikut:
a. GLIKOSIDA
SAPONIN
Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa
sapogenin. Glikosida saponin bisa berupa saponin steroid maupun saponin triterpenoid.
Saponin adalah segolongan senyawa glikosida yang mempunyai struktur steroid dan
mempunyai sifat-sifat khas dapat membentuk larutan koloidal dalam air dan membui
bila dikocok. Saponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan menyebabkan
bersin dan sering mengakibatkan iritasi terhadap selaput lendir. Saponin juga bersifat
bisa menghancurkan butir darah merah lewat reaksi hemolisis, bersifat racun
bagi hewan berdarah dingin, dan banyak diantaranya digunakan sebagai racun
ikan. Saponin bila terhidrolisis akan menghasilkan aglikon yang disebut
sapogenin. Ini merupakan suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi sehingga
dapat dimurnikan dan dipelajari lebih lanjut. Saponin yang berpotensi keras
atau beracun seringkali disebut sebagai sapotoksin.
Menurut SOBOTKA :
1. Saponin merupakan turunan dari hidrokarbon yang jenuh
dari siklopentano perhidrofenantren
2. Juga dapat merupakan turunan yang tak jenuh dari
siklopentano perhidrofenantren. Struktur kimiawi
Berdasarkan struktur aglikonnya (sapogeninnya),
saponin dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu tipe steroid
dan tipe triterpenoid. Kedua senyawa ini memiliki hubungan glikosidik pada atom
C-3 dan memiliki asal usul biogenetika yang sama lewat asam mevalonat dan
satuan-satuan isoprenoid.
Glikosida saponin dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan pada
struktur bahan kimia dari aglycone (sapogenin). Saponin pada hidrolisis
menghasilkan suatu aglycone yang dikenal sebagai
"sapogenin".
Biosintesis glukosida saponin
Berdasarkan struktur dari aglikon maka glikosida dan
saponin dapat dibagi 2 golongan yaitu saponin netral yang berasal dari steroid
dengan rantai samping spiroketal dan saponin asam yang mempunyai struktur
triterpenoid. Biosintesa saponin triterpenoid lebih kurang diketahui bila dibandingkan
dengan saponin steroid tetapi dapat dikatakan bahwa keduanya mempunyai tidak
tolak yang sama yaitu yang berasal dari asetat dan mevalonat. Rantai samping
terbentuk sesudah terbentuknya squalen. Sebagian terjadi inti steroid
spiroketal dan yang lain membentuk triterpenoid pentasiklik. Gugus gulanya
dapat berdiri 1 – 55 gula dan dalam beberapa hal aglikon
tak diikat dengan gula tetapi dengan asam uronat.
GLIKOSIDA STEROID
Glikosida steroid adalah glikosida yang aglikonnya berupa
steroid. Glikosida steroid disebut juga glikosida jantung karena memiliki daya
kerja kuat dan spesifik terhadap otot jantung.
Struktur Kimiawi
Secara kimiawi bentuk struktur glikosida jantung sangat
mirip dengan asam empedu yaitu bagian
gula yang menempel pada posisi tiga dari inti steroid dan
bagian aglikonnya berupa steroid yang terdiri dari dua tipe yaitu tipe
kardenolida dan tipe bufadienolida. Tipe kardenolida merupakan steroid yang
mengandung atom C-23 dengan rantai samping terdiri dari lingkaran lakton
5-anggota yang tidak jenuh dan alfa-beta menempel pada atom C nomor 17 bentuk
beta.
Sementara tipe bufadienolida berupa homolog dari
kardenolida dengan atom C-24 dan mempunyai rantai samping lingkaran keton 6- anggota
tidak jenuh ganda yang menempel pada atom C nomor 17.
Biosintesa Glikosida Jantung Aglikon dari glikosida
jantung adalah steroid yaitu turunan dari siklo-pentenofenantren yang
mengandung lingkaran lakton yang tidak jenuh pada atom C-17. Seperti sudah kita
ketahui biosintesis dari senyawa steroid pada umumnya didasarkan atas biosintesa
dari senyawa kolesterol. Meskipun tidak semua senyawa steroid memerlukan kolesterol
sebagai prekursor (pra zat) pembentukannya, paling tidak pembentukan kolesterol
ini dianggap sebagai mekanisme biosintesa senyawa steroid pada umumnya.
GLIKOSIDA ANTRAKUINON
Beberapa jenis obat pencahar yang berasal dari tanaman
mengandung glikosida sebagai isi aktifnya. Glikosida-glikosida yang terdapat di
dalam obat pencahar tersebut mengandung turunan antrasen atau antrakinon
sebagai aglikonnya. Simplisia yang mengandung glikosida ini antara lain Rhamni
purshianae Cortex, Rhamni Frangulae Cortex, Aloe, Rhei Radix, dan Sennae
Folium. Kecuali itu Chrysa robin dan Cochineal (Coccus cacti) juga mengandung
turunan antrakinon, akan tetapi tidak digunakan sebagai obat pencahar karena daya
iritasinya terlalu keras (Chrysarobin) sehingga hanya digunakan sebagai obat
luar atau hanya digunakan sebagai zat warna (Cochineal, Coccus Cacti).
Tanaman-tanaman seperti kelembak, aloe, sena, dan kaskara telah lama dikenal
sebagai obat alami kelompok purgativum meskipun pada saat itu kandungan kimiawinya
belum diketahui dengan jelas.
Belakangan, ternyata ada persamaan kandungan kimiawi
antara obat purgativum dengan beberapa bahan pewarna alami. Senyawa yang pertama
ditemukan adalah sena dari tipe antrakuinon, baik dalam keadaan bebas maupun sebagai
glikosida. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa produk alam juga mengandung
turunan antrakuinon yang tereduksi, misalnya oksantron, antranol, dan antron.
Termasuk juga produk lain seperti senyawa yang terbentuk dari dua molekul antron,
yaitu diantron. Senyawa-senyawa ini dapat dalam keadaan bebas (tidak terikat dengan
senyawa gula dalam bentuk glikosida) dapat pula dalam bentuk glikosida dimana turunan
antrakinon tersebut berfungsi sebagai aglikon.
Struktur Kimiawi
Sama halnya dengan sifat glikosida lainnya, glikosida
antrakuinon juga mudah terhidrolisis. Bentuk uraiannya adalah aglikon
dihidroksi antrakuinon, trihidroksi antrakuinon, atau tetrahidroksi
antrakuinon.
Biosintesa Senyawa Antrakinon
Biosintesa senyawa antrakinon diselidiki di dalam
mikroorganisme. Dan disimpulkan bahwa biosintesa pada tumbuhan tinggi terjadi
melalui proses yang serupa, salah satu contoh yang sederhana ialah pembentukan
turunan antrakinon dari asam asetat yang diberi label dalam Peniccilium
islandicum, jenis Penicillium yang dikenal menghasilkan bermacam-macam turunan
antrakinon.
Terjadinya proses biosintesa emodin atau senyawa
antrakinon lainnya dapat diikuti dengan memberi label (tanda) pada asam asetat,
yang dimaksud dengan memberi label adalah menggunakan senyawa yang sebagian
unsure- unsurnya diberi muatan radio aktif dengan menggunakan isotopnya yang
radioaktif.
GLIKOSIDA SIANOPORA
Glikosida sianopora adalah glikosida yang pada ketika
dihidrolisis akan terurai menjadi bagian-
bagiannya dan menghasilkan asam sianida (HCN). Biosintesa
Glikosida Sianopor Aglikon- aglikon
yang merupakan turunan dari asam amino C6 – C3 seperti fenilalanin dan tirosin. Biosintesa senyawa ini
adalah melalui “Shikimic Acid Pathway”.
Setelah terbentuk asam shikimat dapat mengalami
fosforilasi dan bereaksi dengan asam fosfoenolpiruvat membentuk asam profenat, yang
selanjutnya melalui asam fenilpiruvat menjadi fenilalanin.
GLIKOSIDA ISOTIOSIANAT
Banyak biji dari beberapa tanaman keluarga Crucifera
mengandung glikosida yang aglikonnya adalah isotiosianat. Aglikon ini merupakan
turunan alifatik atau aromatik. Senyawa- senyawa yang penting secara farmasi
dari glikosida ini adalah sinigrin (Brassica nigra = black mustard), sinalbin
(Sinapis alba = white mustard) dan glukonapin (rape seed).
Biosintesa Glikosida Isotiosianat Aglikon dari glikosida isotiosianat
dapat merupakan senyawa alifatik atau turunan aromatik. Penelitian dengan radio
isotop telah menunjukkan bahwa aglikon yang berupa senyawa alifatik
biosintesanya dapat melalui “Acetate Pathway” sedang yang aromatic melalui “Shikimic
Acel Pathwey”.
GLIKOSIDA FLAVONOL
Glikosida flavonol dan aglikon biasanya dinamakan
flavonoid. Glikosida ini merupakan senyawa yang sangat luas penyebarannya di dalam
tanaman. Di alam dikenal adanya sejumlah besar flavonoid yang berbeda-beda dan merupakan
pigmen kuning yang tersebar luas diseluruh tanaman tingkat tinggi. Rutin, kuersitrin,
ataupun sitrus bioflavonoid (termasuk hesperidin, hesperetin, diosmin dan
naringenin) merupakan kandungan flavonoid yang paling dikenal. Biosintesa
Glikosida Flavonoid Aglikon dan glikosida flavonol dan falvanoid lainnya adalah
contoh senyawa yang di dalam system biologis pembentukannya dapat melalui kedua
cara pembentukan senyawa aromatis, yaitu dengan kondensasi asam asetat dan
melalui shikimic Acid Pathway.
GLIKOSIDA ALKOHOL
Glikosida alkohol ditunjukkan oleh aglikonnya yang selalu
memiliki gugus hidroksi. Senyawa yang termasuk glikosida alcohol adalah
salisin. Salisin adalah glikosida yang diperoleh dari beberapa spesies Salix
dan Populus. Biosintesa Glikosida Alkohol Biosintesa glikosida alkohol, aldehid,
lakton dan fenol dapat digambarkan sebagai berikut :
GLIKOSIDA ALDEHIDA
Salinigrin yang terkandung dalam Salix discolor terdiri
dari glukosa yang diikat oleh m- hidroksibenzaldehida sehingga merupakan glikosida
yang aglikonnya suatu aldehida.
GLIKOSIDA LAKTON
Meskipun kumarin tersebar luas dalam tanaman, tetapi
glikosida yang mengandung kumarin (glikosida lakton) sangat jarang ditemukan. Beberapa
glikosida dari turunan hidroksi kumarin ditemukan dalam bahan tanaman seperti
skimin dan Star anise Jepang, aeskulin dalam korteks horse chestnut, daphin
dalam mezereum, fraksin dan limettin.
GLIKOSIDA FENOL
Beberap aglikon dari glikosida alami mempunyai kandungan
bercirikan senyawa fenol. Arbutin yang terkandung dalam uva ursi dan tanaman Ericaceae
lain menghasilkan hidrokuinon sebagai aglikonnya. Hesperidin dalam buah jeruk
juga dapat digolongkan sebagai glikosida fenol. Uva ursi adalah daun kering dari
Arctostaphylos uva ursi (Famili Ericaceae). Tanaman ini merupakan semak yang
selalu hijau merupakan tanaman asli dari Eropa, Asia, Amerika Serikat dan Kanada.
FUNGSI GLIKOSIDA
Secara umum arti penting glikosida bagi manusia adalah
untuk sarana pengobatan dalam arti luas yang beberapa diantaranya adalah sebagai
obat jantung, pencahar, pengiritasi lokal, analgetikum dan penurunan tegangan permukaan.
Fungsi glikosida :
1. Fungsi glikosida sebagai cadangan gula temporer
2. Proses pembentukan glikosida merupakan proses
detoksikasi
3. Glikosida sebagai pengatur tekanan turgor
4. Proses glikosidasi untuk menjaga diri terhadap
pengaruh luar yang mengganggu
5. Glikosida sebagai petunjuk sistematik Penggunaan
glikosida dimana beberapa diantara glikosida merupakan obat yang sangat
penting, misalnya yang berkhasiat kardiotonik, yaitu glikosida dari Digitalis,
Strophanthus, Colchicum, Conyallaria, Apocynum dan sebagainya yang berkhasiat
laksatifa/pencahar seperti Senna, Aloe, Rheum, Cascara Sagrada dan Frangula yang
mengandung glikosida turunan antrakinon emodin. Selanjutnya sinigrin, suatu
glikosida dari Sinapis nigra, mengandung alilisotiosianat suatu iritansia
lokal. Gaulterin adalah glikosida dari gaulteria yang dapat menghasilkan metal salisilat
sebagai analgesik.
B. SAPONIN
Saponin merupakan senyawa
dalam bentuk glikosida yang tersebar luas pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponin
membentuk larutan koloidal dalam air dan membentuk busa yang mantap jika
dikocok dan tidak hilang dengan penambahan asam (Harbrone,1996). Saponin
merupakan golongan senyawa alam yang rumit, yang mempunyai massa dan molekul
besar, dengan kegunaan luas (Burger et.al,1998) Saponin diberi nama demikian
karena sifatnya menyerupai sabun “Sapo” berarti sabun. Saponin adalah senyawa
aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan busa bila dikocok dengan air.
Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba. Dikenal juga jenis saponin yaitu
glikosida triterpenoid dan glikosida struktur steroid tertentu yang mempunyai
rantai spirotekal. Kedua saponin ini larut dalam air dan etanol, tetapi tidak
larut dalam eter. Aglikonya disebut sapogenin, diperoleh dengan hidrolisis
dalam suasana asam atau hidrolisis memakai enzim (Robinson,1995).
Di kehidupan sehari-hari kita
sering melihat peristiwa buih yang disebabkan karena kita mengkocok suatu
tanaman ke dalam air. Secara fisika buih ini timbul karena adanya penurunan
tegangan permukaan pada cairan (air). Penurunan tegangan permukaan disebabkan
karena adanya senyawa sabun (bahasa latin = sapo) yang dapat mengkacaukan iktan
hidrogen pada air. Senyawa sabun ini biasanya memiliki dua bagian yang tidak
sama sifat kepolaranya. Dalam tumbuhan tertentu mengandung senyawa sabun yang
biasa disebut saponin. Saponin berbeda struktur dengan senywa sabun yang ada.
Saponin merupakan jenis glikosida. Glikosida adalah senyawa yang terdiri daro
glikon (Glukosa, fruktosa,dll) dan aglikon (senyawa bahan aalam lainya).
Saponin umumnya berasa pahit dan dapat membentuk
buih saat dikocok dengan air. Selain itu juga bersifat beracun untuk beberapa hewan
berdarah dingin (Najib, 2009). Saponin merupakan glikosida yang memiliki
aglikon berupa steroid dan triterpen. Saponin steroid tersusun atas inti
steroid (C 27) dengan molekul karbohidrat. Steroid saponin dihidrolisis
menghasilkan suatu aglikon yang dikenal sebagai saraponin.
Saponin triterpenoid tersusun
atas inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat. Dihidrolisis menghasilkan
suatu aglikon yang disebut sapogenin. Masing-masing senyawa ini banyak
dihasilkan di dalam tumbuhan (Hartono, 2009). Tumbuhan yang mengandung sponin
ini biasanya memiliki Genus Saponaria dari Keluarga Caryophyllaceae. Senywa
saponin juga ditemui pada famili sapindaceae, curcurbitaceae, dan araliaceae.
Saponin ada pada seluruh
tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi
oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak
diketahui mungkin sebagai penyimpan karbohidrat atau merupakan weste product
dan metabolism tumbuh-tumbuhan kemungkinan lain adalah sebagai pelindung
terhadap serangan serangga.
1. Sifat-sifat
Saponin :
a. Mempunyai rasa pahit
b. Dalam larutan air membentuk busa stabil
c. Menghemolisa eritrosit
d. Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi
e. Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan
hidroksiteroid lainya
f. Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi
g. Berat molekul relative tinggi dan analisi hanya
menghasilkan formula empiris yang mendekati
Toksisitasnya mungkin karena
dapat merendahkan tegangan permukaan (Surface tenstn) dengan hidrolisis lengkap
akan dihasilkan sapogenin (aglikon) dan karbohidrat (heksosa, pentose, dan
Saccharic acid) (Kim Nio,1989).
2. Klasifikasi
Saponin
Saponin diklasifikasikan berdasarkan sifat kimia menjadi
dua yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid.
a) Saponin
steroid
Saponin steroid tersusun atas
inti steroid (C27) dengan molekul karbohidrat. Steroid saponin dihidrolisis
menghasilkan satu aglikon yang dikenal sebagai sapogenin. Tipe saponin ini memiliki
efek antijamur. Pada binatang menunjukan penghambatan aktifitas otot polos.
Saponin steroid diekskresikan setelah koagulasi dengan asam glukotonida dan
digunakan sebagai bahan baku pada proses biosintetis obat kortikosteroid. Saponin
jenis ini memiliki aglikon berupa steroid yang di peroleh dari metabolisme
sekunder tumbuhan. Jembatan ini juga sering disebut dengan glikosida jantung,
hal ini disebabkan karena memiliki efek kuat terhadap jantung.
Salah satu contoh saponin jenis ini adalah Asparagosida
(Asparagus sarmentosus), Senyawa ini terkandung di dalam ttumbuhan Asparagus
sarmentosus yang hidup dikawasan hutan kering afrika. Tanaman ini juga biasa
digunkan sebagai obat anti nyeri dan rematik oleh orang afrika (Anonim, 2009).
b) Saponin
Tritetpenoid
Saponin tritetpenoid tersusun
atas inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat. Dihidrolisis menghasilkan
suatu aglikon yang disebut sapogenin ini merupakan suatu senyawa yang mudah
dikristalkan lewat asetilasi sehingga dapat dimurnikan. Tipe saponin ini adalah
turunan -amyrine (Amirt Pal,2002).
Salah satu jenis contoh saponin ini adalah asiatosida.
Senyawa ini terdapat pada tumbuhan Gatu kola yang tumbuh didaerah India.
Senyawa ini dapat dipakai sebagai antibiotik (Anonim, 2009).
3. Biosintesis
Saponin
Biosintesis pada kedua jenis
senyawa ini hampir sama baik saponin denga steroid maupun triterpen. Semua
senyawa ini melalui jalur asam mevalonat yang diperoleh dari asetil CoA .
Sebelum membentuk steroid biosintesis ini membentuk senyawa squalen yang
merupakan jenis triterpen yang merupakan gabungan Dari dua farnesil piroposfat.
Setelah membentuk squalen, maka terjadi reaksi oksidasi pada atom C nomor 3
sehingga terbentuk OH, setelah itu
terjadi pembentukan epoksidasqualen. Senyawa ini akan terjadi siklisasai
menjadi lanosterol yang merupakan bentuk dasar dari senyawa steroid(Arifin, 1986).
Sedangkan perbedaannya dengan triterpen adalah pada jumlah cincin dan bnetuk
cincin keempat dan kelima, pada triterpen masing-masing cincin tersebut
memiliki 5 atom karbon
4. Macam
– Macam Saponin
Macam-macam saponin berbeda
sekali komponen kimianya, yaitu berbeda pada aglikon (sapogenin) dan juga
karbohidratnya sehingga tumbuhan-tumbuhan tertentu dapat mempunyai macam-macam
saponin yang berlainan seperti :
a. Quilage saponin, Campuran dari 3 atau 4 saponin
b. Alfafa saponin,
Campuran dari paling sedikit 5 saponin
c. Soy Bean
saponin, terdiri dari 5 fraksi yang berbeda dengan sapogenin atau
karbohidratnya, atau dalam kedua-duanya.
Contoh glikosida lain adalah tioglikosida dan bessiltioglikosida. Bila
dihidrolisis dengan enzim akan menghasilkan tiosianat, isotiosianat dan
bensitiosianat yang merupakan racun dan mempunyai sifat antitiroid. Zat-zat
toksik tersebut ada pada bawang, selada air, kacang-kacangan (seperti : Kacang
tanah,kacang kedelai), dan juga macam-macam kol (Kim Nio,1989).
Saponin dalam bentuk gugus triterpenoid dan glikosida adalah steroid umum
dalam produk tumbuh-tumbuhan. Berupa efek biologi telah dianggap dari saponin.
Penelitian yang efektif telah dilakukan pada membrane permeable, sebagai
pertanahan tubuh (sistim imun), antikangker, sifat antikolesterol dari saponin.
Saponin juga telah terbukti secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan,
konsumsi makanan dan reproduksi pada hewan percobaan. Beragam senyawa struktur
saponin juga telah diamati untuk membunuh protozoa, moluska, antioksidan,
merusak pencernaan protein dan penyerapan vitamin dan mineral dalam usus.
Menyebabkan hipoglikemia dan bertindak sebagai anti jamur dan anti virus
(Yoshiki et al,1998). Peran Fisiologi saponin pada tananman belum sepenuhnya di
pahami meskipun ada sejumlah publikasi menggambarkan identifikasi saponin dan
beberapa efek pada sel hewan, jamur dan bakteri. Hanya sedikit yang diketahui
fungsi saponin untuk tumbuhan itu sendiri. Banyak saponin diketahui antimikroba
untuk menghambat jamur dan untuk melindungi tanaman dari serangga. Saponin
dianggap sebagai dari sistim pertahanan tanaman dan dengan demikiandimasukan
dalam kelompok besar mol pelindung pada sel tumbuhan (Morrisey &
Osboun,1999). Cara identifikasi saponin, timbang 500 mg serbuk simplisia
masukan kedalam tabung reaksi, tambahkan 10 ml air panans, dinginkan kemudian
kocok kuat-kuat selama 10 detik terbentuk buih putih yang stabil tidak kurang
dari 10 menit sehingga 1-10 cm. Pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih
tidak hilang, menunjukan bahwa dalam simplisia tersebut mengandung saponin.
A.
SENYAWA ALKALOID
Alkaloid merupakan suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan
di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas
dalam berbagai jenis tumbuhan tingkat tinggi. Sebagian besar alkaloid terdapat
pada tumbuhan dikotil sedangkan untuk tumbuhan monokotil dan pteridofita
mengandung alkaloid dengan kadar yang sedikit.
Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau
lebih atom nitrogen dan biasanya berupa sistem siklis. Alkaloid mengandung atom
karbon, hidrogen, nitrogen dan pada umumnya mengandung oksigen. Senyawa
alkaloid banyak terkandung dalam akar, biji, kayu maupun daun dari tumbuhan dan
juga dari hewan. Senyawa alkaloid merupakan hasil metabolisme dari
tumbuh–tumbuhan dan digunakan sebagai cadangan bagi sintesis protein. Kegunaan
alkaloid bagi tumbuhan adalah sebagai pelindung dari serangan hama, penguat
tumbuhan dan pengatur kerja hormon. Alkaloid mempunyai efek fisiologis.
Garam alkaloid dan alkaloid
bebas biasanya berupa senyawa padat dan berbentuk kristal tidak berwarna
(berberina dan serpentina berwarna kuning). Ada juga alkaloid yang berbentuk
cair, seperti konina, nikotina, dan higrina. Sebagian besar alkaloid mempunyai
rasa yang pahit. Alkaloid juga mempunyai sifat farmakologi. Sebagai contoh,
morfina sebagai pereda rasa sakit, reserfina sebagai obat penenang, atrofina
berfungsi sebagai antispamodia, kokain sebagai anestetik lokal, dan strisina
sebagai stimulan syaraf.
Semua alkaloid mengandung paling sedikit sebuah nitrogen yang biasanya
bersifat basa dan sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin
heterosiklik. Batasan mengenai alkaloid seperti dinyatakan di atas perlu dikaji
dengan hati-hati. Karena banyak senyawa heterosiklik nitrogen lain yang
ditemukan di alam bukan termasuk alkaloid. Misalnya pirimidin dan asam nukleat,
yang kesemuanya itu tidak pernah dinyatakan sebagai alkaloid.
Alkaloid tidak mempunyai nama yang sistematik, sehingga nama dinyatakan
dengan nama trivial misalnya kodein, morfin, heroin, kinin, kofein, nikotin.
Sistem klasifikasi alkaloid yang banyak diterima adalah pembagian alkaloid
menjadi 3 golongan yaitu alkaloid sesungguhnya, protoalkaloid dan
pseudoalkaloid. Suatu cara mengklasifikasikan alkaloid adalah cara yang
didasarkan jenis cincin heterosiklik nitrogen yang merupakan bagian dari
struktur molekul. Jenisnya yaitu pirolidin, piperidin, kuinolin, isokuinolin,
indol, piridin dan sebagainya.
Gambar II.1
Struktur jenis–jenis alkaloid
Garam alkaloid berbeda sifatnya
dengan alkaloid bebas. Alkaloid bebas biasanya tidak larut dalam air (beberapa
dari golongan pseudo dan protoalkaloid larut), tetapi mudah larut dalam pelarut
organik agak polar (seperti benzena, eter, kloroform). Dalam bentuk garamnya,
alkaloid mudah larut dalam pelarut organik polar.
I.
Klasifikasi
alkaloid
Klasifikasi
alkaloid diantaranya yaitu berdasarkan lokasi atom nitrogen di dalam struktur
alkaloid dan berdasarkan asal mula kejadiannya (biosintesis) dan hubungannya
dengan asam amino. Berdasarkan asal mulanya (biogenesis) dan hubungannya dengan
asam amino, alkaloid dibagi menjadi tiga kelas, yaitu:
a.
True
alkaloid
Alkaloid jenis ini memiliki
ciri-ciri; toksik, perbedaan keaktifan fisiologis yang besar, basa, biasanya
mengandung atom nitrogen di dalam cincin heterosiklis, turunan asam amino,
distribusinya terbatas dan biasanya terbentuk di dalam tumbuhan sebagai garam
dari asam organik. Tetapi ada beberapa alkaloid ini yang tidak bersifat basa,
tidak mempunyai cincin heterosiklis dan termasuk alkaloid kuartener yang lebih
condong bersifat asam. Contoh dari alkaloid ini adalah koridin dan serotonin.
b.
Proto
alkaloid
Alkaloid jenis ini memiliki
ciri-ciri; mempunyai struktur amina yang sederhana, di mana atom nitrogen dari
asam aminonya tidak berada di dalam cincin heterosiklis, biosintesis berasal
dari asam amino dan basa, istilah biologycal amine sering digunakan untuk
alkaloid ini.
c.
Pseudo
alkaloid
Alkaloid jenis ini memiliki
ciri-ciri; tidak diturunkan dari asam amino dan umumnya bersifat basa.
B.
Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang
ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru,
dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuhan. Flavonoid
merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman hijau, kecuali
alga. Flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi
(Angiospermae) adalah flavon dan flavonol dengan C- dan O-glikosida, isoflavon
C- dan O-glikosida, flavanon C- dan O-glikosida, khalkon dengan C- dan
O-glikosida, dan dihidrokhalkon, proantosianidin dan antosianin, auron
O-glikosida, dan dihidroflavonol O-glikosida. Golongan flavon, flavonol,
flavanon, isoflavon, dan khalkon juga sering ditemukan dalam bentuk aglikonnya
Menurut Markham (1988).
flovonoid tersusun
dari dua cincin aromatis yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin
benzene (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3) sehingga membentuk
suatu susunan C6-C3-C6 .
Kerangka flavonoid
:
Susunan ini dapat
menghasilkan tiga jenis struktur senyawa flavonoid yaitu:
1.
Flavonoida atau 1,3-diarilpropana
2.
Isoflavonoida atau 1,2-diarilpropana
3.
Neoflavonoida atau 1,1-diarilpropana
Istilah flavonoida diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kata flavon, yaitu nama salah satu jenis flavonoida yang terbesar jumlahnya dalam tumbuhan. Senyawa-senyawa flavon ini mempunyai kerangka 2-fenilkroman, dimana posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang terikat pada B dari cincin 1,3-diarilpropanan dihubungkan oleh jembatan oksigen sehingga membentuk cincin heterosiklik yang baru (cincin C)
Kelas-kelas yang berlainan dalam golongan ini dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik-oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar menurut pola yang berlainan. Flavonoid sering terdapat sebagai glikosida. Golongan terbesar flavonoid berciri mempunyai piran yang menghubungkan rantai tiga-karbon dengan salah satu dari cincin benzene. Sistem penomoran untuk turunan flavonoid diberikan dibawah:
Di
antara flavonoid khas yang mempunyai kerangka seperti diatas berbagai jenis
dibedakan tahanan oksidasi dan keragaman pada rantai C3
C. POLYPHENOL
Saat ini Polyphenol merupakan
salah satu produk anti oksidan yang sangat kuat dan ampuh dalam menangkal
radikal bebas. Senyawa ini juga memiliki kemampuan sebagai anti Aging (Anti
Penuaan Dini). Berbagai studi dan penelitian membuktikan bahwa radikal bebas
adalah penyebab utama dari penyakit-penakit degeneratif seperti : Kanker,
Kolesterol, Diabetes, Jantung maupun Stroke.
Dengan demikian, Polyphenol begitu diperlukan dalam
mencegah ataupun menanggulangi penyakit-penyakit tersebut diatas.
Journal of Cellular
Biochemistry mempublikasikan bahwa polyphenol tergolong dalam anti oksidant
jenis bioflavonold yang memiliki kekuatan 100 kali lebih efektif dari vitamin C
dan 25 kali lebih efektif dari vitamin E. Senyawa ini mampu menetralisir
radikal bebas yang menjadi penyebab kanker payudara, menurunkan resiko kanker
lambung, paru-paru, usus besar, hati dan pancreas serta membantu menurunk
tingkat kadar gula dalam darah. Polyphenol efektif mengurangi penumpukan
kolesterol jahat (LDL) di dalam darah, karena anti oksidan mampu mencegah
oksidasi kolesterol dalam pembuluh arteri yang menyebabkan pembekuan trombosit
abnormal penyebab terjadinya serangan jantung dan stroke.
Sebuah study oleh para
peneliti Amerika Serikat yang dipublikasikan dalam American Journal of
Epidemiologi menyatakan bahwa mereka yang minum sedikitnya dua cangkir teh yang
mengandung polyphenol setiap hari, ternyata 68% lebih rendah kemungkinan
terkena kanker usus.
Manfaat & Khasiat Polypenol :
- sebagai anti oksidant yang yang sangat kuat dalam menangkal radikal bebas.
- Mampu meredam perkembangan aktifasi sel kanker hingga 50%.
- Untukmengobati asam urat, eksim, migraine, demam, asthma, dll.
- Mencegah penakit degenaratif seperti : kanker, klesterol, jantung maupun stroke.
- Mampu menurunkan kadar gula dalam plasma darah sehingga baik diminum bagi penderita diabetes.
- Memiliki kemampuan anti aging (anti penuaan dini)
- sebagai anti oksidant yang yang sangat kuat dalam menangkal radikal bebas.
- Mampu meredam perkembangan aktifasi sel kanker hingga 50%.
- Untukmengobati asam urat, eksim, migraine, demam, asthma, dll.
- Mencegah penakit degenaratif seperti : kanker, klesterol, jantung maupun stroke.
- Mampu menurunkan kadar gula dalam plasma darah sehingga baik diminum bagi penderita diabetes.
- Memiliki kemampuan anti aging (anti penuaan dini)
II.
Daun
Digitalis Dimanfaatkan Sebagai Obat Jantung
A. Komposisi
kimia dari Digitalis
Tanah bagian dari tanaman
mengandung glikosida steroid (digitoksin, Î’-acetildigitoksin,
digitonin, gatoksin, gitonin), dan juga sejumlah glikosida purpurea, yang dalam
proses pengeringan dan penyimpanan ungu foxgloves berubah menjadi dasar
(sekunder) glikosida. Selain itu, tanaman mengandung jumlah asam organik,
Saponin, flavonoid, Kolin dan senyawa lain.
B. Sifat-sifat
farmakologis digitalis
Glikosida Digitalis ungu adalah
perlawanan terbesar dalam tubuh dari glikosida jantung lainnya dalam aplikasi
rumah, Karena molekul mereka tidak biasa untuk anyaman asing gula- digitoksozy.
Misalnya, Ketika aplikasi domestic digitoksika kardiotropika efek adalah hanya
2-4 h.Glikosida Digitalis ungu untuk mempercepat pengembangan pasien tidak
perlu baik cardiotropic aktivitas spesifik untuk memperlambat glikozidam
jantung. Selain itu, Jika tindakan cardiotonic glikosida jantung grup strophanthus
terus 24-30 h, digitoksina, jangka masa ini adalah 2-3 minggu.
Meskipun penyerapan lambat dari saluran gastrointestinal,
glikosida menelan tanaman secara bertahap terakumulasi dalam tubuh dan memiliki
tingkat tinggi penumpukan. Misalnya, kecepatan proses inactivating dan
menghapus digitoksina begitu kecil, yang paruhnya (pengurangan konsentrasi
dalam plasma darah di 50 %) adalah 160 tapi. Durasi tindakan dan kemampuan
untuk penumpukan digitoksin menempati tempat pertama antara semua glikosida
jantung dikenal: diikuti oleh digoksin, celanidistrofantin.
Gejala yang khas dari
glikosida jantung ungu khususnya, digitoksina dan gitoksina, efek langsung pada
jantung. Tindakan ini adalah akibat akumulasi sebelumnya zat-zat dalam jaringan
hati dan sensitivitas tinggi otot jantung ke grup ini senyawa obat.
Biotransformasi glikosida tanaman terjadi terutama di hati dan ditandai oleh
progresif pembelahan molekul pada peralatan dan aglikony (geniny), dan
digitoksin di hati. Glikosida tanaman sebagian dialokasikan memori, tapi terutama
di usus, 7-15 % digitoksina lagi diserap ke dalam darah, menciptakan penumpukan
obat dan kemungkinan keracunan. Digitoksin sebenarnya belum mengalokasikan
memori.
C. Aktivitas
farmakologis spesifik dari glikosida
Digitalis didefinisikan oleh
prinsip-prinsip individu dan common tindakan glikosida jantung pada tubuh. Hal
ini ditandai dengan aspek-aspek utama berikut :
Efek langsung dari metabolisme jaringan otot jantung
(positif, inotrope); Diastolik aksi (negatif chronotropic), dilakukan oleh peraturan
pusat, Inhibitive efek pada sistem konduktif hati, secara khusus, inisiasi
bundel atrioventrikular.
Properti farmakologi yang
paling penting dari glikosida jantung, khususnya Foxglove ungu, harus
mempertimbangkan untuk menjadi sangat efektif dalam hal patologis model gagal jantung.
Di bawah pengaruh glikosida jantung mengurangi resistensi pembuluh,
meningkatkan aliran darah ke
proses oksigenasi jaringan, suplai darah otot jantung
meningkatkan karena normalisasi parameter hemodinamik secara keseluruhan.
Standardisasi biologis utama
glikosida jantung- ungu Foxglove dilakukan pada berbagai jenis hewan
laboratorium. Aktivitas biologis dalam Standardisasi digitoksina katak adalah
8000- 10
ES LTD, pada kucing-2300-2400 CUD. Efek toksik pada hewan
dalam percobaan dibawah tindakan glikosida tanaman terkait dengan overdosis dan
dengan kemampuan penumpukan mereka tinggi, dengan sindrom kardial dan ekstrakardial.
Binatang yang muncul arrythmia, aritmia, blok atrioventrikular lengkap, Flicker
ventrikel jantung, pelanggaran saluran cerna (muntah, diare) dan CNS.
D. Penerapan
Foxglove ungu dalam pengobatan
Bentuk-bentuk Kedokteran ungu
Foxglove, serta tumbuh-tumbuhan medis, dengan glikosida jantung, digunakan pada
gagal jantung kronis, kejahatan dan penyakit lainnya pada sistem
kardiovaskular, dikombinasikan dengan fibrilasi atrium.
Praktis yang sangat penting
adalah penggunaan obat naperstanki ungu ketika kejahatan hati dengan gejala
stagnasi, Ketika jantung tidak mampu mengatasi beban fisiologis. Pasien
meningkatkan tekanan vena, jantung dilantalis, meningkatkan
ukuran hati, secara signifikan mengurangi output urin, Ada telah cukup bengkak.
Terapi dosis obat memimpin untuk mengembalikan kegiatan
fisiologis normal jantung. Efektivitas pengobatan adalah untuk mengurangi
ukuran jantung, mengurangi vena tekanan dan meningkatkan urin. Pasien menghilang
pembengkakan, menormalkan fungsi hati dan dimensi. Karena normalisasi parameter
hemodinamik secara keseluruhan, rekonstruksi sirkulasi darah dalam jaringan dan
respirasi jaringan normal pada pasien dengan secara signifikan mengurangi sesak
napas dan
menghilang sinus hidung.
Durasi janji obat naperstanki
periode pemulihan yang ditentukan oleh sirkulasi dan detak jantung yang normal,
normalisasi diuresis, hilangnya pembengkakan dan sebuah sesuai pengurangan indeks
massa tubuh pasien, meningkatkan tidur dan kesehatan secara keseluruhan.
Obat-obatan digitalis biasanya diresepkan untuk jangka panjang (bulan). Selama
pengobatan, hal ini diperlukan untuk hati-hati memantau kinerja sistem
kardiovaskular dan kondisi umum pasien. Bila digunakan dengan benar,
obat-obatan harus tidak diamati efek samping, Namun, harus memperhitungkan
kemungkinan individu sensitivitas pasien.
E. Efek
samping digitalis
Dalam overdosis digitalis ungu
atau terlalu lama aplikasi dosis terapi mungkin, keracunan parah, Berdasarkan
tindakan selektif glikosida jantung pada jantung. Gejala utama keracunan dengan
glikosida jantung: tajam perlambatan nadi. Kadang-kadang overdosis ditandai mual, muntah, dan penurunan urin. Kapan
beracun fenomena menunjukkan penggunaan kalium klorida, atropin, kafein, unithiol.
F. Kontraindikasi
untuk penggunaan digitalis :
Koroner insufisiensi (terutama
pada sklerosis koroner pembuluh jantung), infark miokard akut, pada etiologi
dinyatakan, blok atrioventrikular lengkap, Endokarditis aktif dan revmocardit
(risiko terjadinya emboli). Digitalis tidak ditampilkan ketika gagal jantung kompensasi.
Digitalis persiapan hati-hati harus ditunjuk dalam lesi
aorta (terutama stenosis), disertai dengan
gigih bradikardia.
Daun digitalis
memiliki kandungan Glikosida Jantung, dan glikosida yang terkandung
dimanfaatkan oleh perusahaan besar farmasi sebagai obat jantung. Kita akan
membahas dahulu tentang glikosida jantung.
1. Glikosida
Jantung
Glikosida jantung adalah alkaloid
yang berasal dari tanaman yang kemudian diketahui berisi
digoksin dan digitoksin. Keduanya bekerja sebagai
inotropik positif pada gagal jantung.
Digoksin adalah suatu obat yang diperoleh dari tumbuhan Digitalis
lanata. Digoksin digunakan
terutama untuk meningkatkan kemampuan memompa (kemampuan kontraksi)
jantung dalam keadaan kegagalan jantung/congestive heart failure (CHF). Obat
ini juga digunakan untuk membantu menormalkan beberapa dysrhythmias ( jenis
abnormal denyut jantung). Obat ini termasuk obat dengan Therapeutic Window sempit
(jarak antara MTC [Minimum Toxic Concentration] dan MEC [Minimum Effectiv
Concentration] mempunyai jarak yang sempit.
Artinya rentang antara kadar dalam darah yang dapat
menimbulkan efek terapi dan yang dapat menimbulkan efek toksik sempit. Sehingga
kadar obat dalam plasma harus tepat agar tidak melebihi batas MTC yang dapat menimbulkan
efek toksik. Efek samping pada pemakaian dosis tinggi, gangguan susunan syaraf pusat:
bingung, tidak nafsu makan, disorientasi, gangguan saluran cerna: mual, muntah
dan gangguan ritme jantung. Reaksi alergi kulit seperti gatal-gatal, biduran
dan juga
terjadinya ginekomastia (jarang) yaitu membesarnya
payudara pria)mungkin terjadi.
Stabilitas dan Sifat dari Glikosida
Jantung Glikosida steroid merupakan glikosida dengan
aglikon steroid. Glikosida jantung / cardiac
gycocide / sterol glycocide/ digitaloida adalah glikosida
yang mempunyai daya kerja yang kuat dan spesifik terhadap otot jantung. Daya
kerja glikosida steroid yaitu: menambah kontraksi sistemik, berakibat pada pengosongan
ventrikel menjadi lebih sempurna, akibat selanjutnya lamanya kontraksi systole dipersingkat,
sehingga jantung dapat beristirahat lebih panjang di antara dua kontraksi. Aglikon
steroid atau genin terdiri dari dua tipe, yaitu tipe kardenolida dan
bufadienolida.
Yang umum dalam alam adalah tipe kardenolida yang
merupakan steroida C23 dengan rantai samping yang terdiri dari lingkaran lakton
lima anggota yang tidak jenuh α-β dan
menempel pada C nomor 17 bentuk β. Tipe bufadienolida
adalah homolog C24 dari kardenolida dan mempunyai rantai simpang lingkaran
lakton enam anggota tidak jenuh ganda menempel pada C
nomor 17. Nama bufadienolida berasal dari nama genus
untuk katak Bufo, karena prototipe dari senyawa bufalin diisolasikan dari kulit
katak. Aspek kimiawi yang luar biasa dari kardenolida dan
bufadienolida adalah bahwa hubungan lingkaran C/D
mempunyai konfigurasi. Agar daya kerja terhadap jantung optimum, ternyata bahwa
aglikon harus mempunyai lingkaran lakotn tidak jenuh α-β dan β menempel pada posisi 1 dari steroida
dan hubungan-hubungan A/ B dan C/D harus mempunyai konfigurasi sis. Bila
glikosida dipecah aglikon masih mempunyai kegiatan terhadap jantung, tetapi bagian
gula dari glikosida yang menyebabkan dapat larutnya glikosida sangat penting
untuk absorbsi dan penyebaran glikosida dalam tubuh. Subtitusi oksigen pada inti
steroida juga mempengaruh penyebaran glikosida dalam tubuh.
Substitusi oksigen pada inti steroida juga mempengaruhi
penyebaran dan metabolisme glikosida. Pada umumnya makin banyak gugus hidroksi
pada molekul lebih cepat waktu mulainya bekerja dan
selanjutnya lebih cepat dikeluarkan dari tubuh.
Struktur dan daya kerja dari glikosida jantung mepunyai hubungan
yang sangat erat, pergantian tempat dari gugus hidroksi atau aalnya perubahan kecil
dalam molekul akan, mengubah bahkan melenyapkan sama sekali sifat
kardioaktifnya. Ciri khas untuk aglikon dan kardioaktif adalah adanya gugus
hidroksi yang menempel pada posisi 3 dan 14 dari inti steroida. Setiap
glikosida jantung mempunyai bagian gula yang terdiri dari satu, dua, tiga, atau
empat
gugus gula pentosa atau heksosa, tetapi gula yang di
ujung biasanya adalah glukosa. Gugus OH dari
aglikon yang btereaksi pada pembentukan glikosida adalah
yang terdapat pada posisi 3. Monosakarida yang biasa terdapat pada glikosida yang
umum digunakan dalam pengobatan adalah D-glukosa, D- Digitoksosa, D-Simarosa,
L-Ramnosa, D-arabinosa.
Hidrolisis asam yang lama dari glikosida jantung akan menyebabkan
terpecahnya glikosida tersebut menjadi gula dan aglikon. Sedang hidrolisis yang
terjadi karena enzim yang terdapat dalam banyak tanaman glikosida jantung memecah
glikosida menjadi suatu gula bebas dan suatu glikosida sekunder yang menandung
lebih sedikit gula. Adanya enzim-enzim ini memungkinkan dipelajarinya secara
terperinci susuanan dari glikosida jantung. Seringkali enzim- enzim tersebut
terikat sangat erat di dalam protoplasma sel (desmoenzim). Bila tidak diperhatikan
secara cermat, selama pengeringan dan penyimpanan banyak obat jantung, maka
enzim tadi akan memecah gula dan glukosa yang biasanya terdapat di ujung hingga
dari heterosida yang asli akan terjadi senyawa yang kurang kompleks. Misalnya
dari ekstrak gubal strofanti dapat diahrapkan akan terdapat senyawa kardioaktif
seperti: strofantidin, simarin, k- strofantin dan k-strofantosida.
Kecuali dengan hidrolisa, glikosida jantung dapat pula
rusak dengan cara yang lain. Lingkaran lakton di dalamnya mudah terbuka dengan
adanya alkali, yang akan membentuk garam dari asam
aldehid. Sekali terbuka, lingkaran tersebut tidak dapat
dibentuk kembali menjadi lakton yang asli
(cardenolide); sekarang karboksil tadi membentuk lakton
dengan suatu hidroksil di bagian lain dari aglikon tersebut menghasilkan isogenin,
cardanolide, yang secara fisiologi tidak aktif. Inilah sebabnya mengapa adanya
alkali kuat menghancurkan aktivitas dari glikosida jantung. Gugus hidroksil
tersier (yaitu pada kedudukan 14 dari digitoksigenin) mudah terpisah sebagai air
pada suhu yang tinggi memebentuk anhidrogenin, misalnya anhidro digitoksigenin.
Jadi selama pengeringan, penyimpanan dan ekstraksi mungkin
dan memang terjadi bermacan-macam perubahan dari obat jantung. Glikosida
jantung juga terhidrolisis sebagian oeh asam lambung tetepi tidak cukup cepat hingga
tidak mengacaukan pengobatan. Karena panas dapat
menghancurkan enzim, maka dapat diharapkan bahwa obat
jantung yang diawetkan dengan panas (heat- stabilized) kualitasnya akan tahan lama,
tetapi penggunaan panas dapat mengubah sebagian dari glikosida yang asli.
Kelarutan dari glikosida jantung berbeda cukup besar
sesuai dengan kadar gula dalam molekul.
Pada umumnya makin besar jumlah gugus gula yang terdapat
dalam molekul, makin besar kelarutannya dalam air, tetapi makin kecil kelarutannya
dalam kloroform.
Alkohol dapat melarutkan kedua macam glikosida baik
glikosida asli maupun glikosida sekunder dan juga aglikon, karena itu nampaknya
alkohol merupakan pelarut yang
cocok untuk zat kardioaktif (cardiac principles). Glikosida
jantung tidak larut dalam petroleum eter dan dalam eter, dan pelarut tersebut digunakan
untuk menghilangkan lemak biji strofanti sebelum
diekstraksi dengan alkohol. Infusa air satu persen daun
digitalis mengandung hampir seluruh jumlah
heterosida aktif yang terdapat dalam obat. Hal ini
mungkin disebabkan karena obat tersebut disamping mengandung glikosida jantung
juga mengandung saponin yang berperan sebagai emulgator (emulsifier) untuk glikosida
sekunder.
A. Efek Farmakologi
a) Farmakodinamik/Farmakokinetik
:
· Onset of action (waktu onset) :
oral : 1-2 jam; IV : 5-30 menit
· Peak effect (waktu efek puncak)
: oral : 2-8 jam; IV : 1-4 jam
· Durasi : dewasa : 3-4 hari pada
kedua sediaan Absorpsi : melalui difusi pasif pada usus halus bagian atas, makanan
dapat menyebabkan absorpsi mengalami penundaan (delay), tetapi tidak mempengaruhi
jumlah yang diabsorpsi.
B. Distribusi
:
Fungsi ginjal
normal : 6-7 L/ kg
Gagal ginjal
kronik : 4-6 L/kg
Anak-anak : 16
L/kg
Dewasa : 7 L/kg
menurun bila terdapat gangguan ginjal
Ikatan obat dengan
protein (protein binding) : 30%
Metabolisme : melalui sequential sugar hydrolysis dalam
lambung atau melalui reduksi cincin lakton oleh bakteri di intestinal , metabolisme
diturunkan dengan adanya gagal jantung kongestif
Bioavailabilitas:
T½
eliminasi (half-life elimination) berdasarkan umur, fungsi ginjal dan jantung
T½
eliminasi (half-life elimination): parent drug (obat asal ): 38 jam; metabolit:
digoxigenin: 4
jam ; monodigitoxoside : 3 – 12
jam
Waktu untuk
mencapai kadar puncak, serum: oral ~ 1 jam
Ekskresi : urin
(50% hingga 70% dalam bentuk obat yang tidak berubah )
Konsentrasi serum
digoksin : o Gagal jantung kongestif : 0,5 -0,8 ng/ml .Aritmia : 0,8-2 ng/ml
Dewasa : < 0,5 ng/ml, kemungkinan menunjukkan underdigitalization,
kecuali jika terdapat hal- hal khusus Toksik > 2,5 ng/ml
C. Kontraindikasi
Intermittent complete heart
block ; Blok AV derajat II ; supraventricular arrhytmias yang disebabkan oleh
Wolff- Parkinson-White Syndrome ; takikardia ventricular atau fibrilasi ;
hypertropic obstructive cardiomyopathy.
D. Efek
Samping
Biasanya berhubungan dengan
dosis yang berlebih, termasuk : anoreksia, mual , muntah, diare, nyeri abdomen,
gangguan penglihatan, sakit kepala, rasa capek, mengantuk , bingung,
delirium, halusinasi, depresi ; aritmia, heart block ;
jarang terjadi rash, isckemia intestinal ; gynecomastia pada penggunaan jangka
panjang , trombositopenia.
E. Identifikasi
Kimiawi
1. Reaksi
Legal
Glikosida jantung kecuali scillaren, memberikan reaksi
legal. Heterosida atau ekstrak murni dari obat gubal dilarukan dalam piridina.
Bila natrium hidroksida dan natrium nitropurusida ditambahkan secara berturutan,
akan terjadi warna merah darah.
2. Reaksi
Keller –Killiani
Glikosida dilarutkan dalam asam asetat glasial yang mengandung
jejak/ rumutan/trace feri klorida. Asam sulfat pekat yang mengandung sejumlah
feri klorida yang sama diteteskan pada dasar tabung reaksi dengan suatu pipet.
Suatu warna yang jelas akan terjadi pada batas antara dua reagen,
yang secaraperlahan-lahan menyebar ke dalam lapisan asam
asetat. Reaksi ini
menunjukkan adanya gula deoksi. Glikosida dari oleander
dan squill memberikan warna merah, sedang gliolosida dari adonis, apocymun dan digitalis
memberikan warna hijau kebiruan.
3. Reaksi
Sterol dan Liebermann
Kepada larutan glikosida dalam asam asetat glasial
diatmbahkan satu tetes asam sulfat pekat. Pergantian warna terjadi dari rosa
melaui merah, violet dan biru ke hijau. Warna-warna tersebut sedikit berbeda
untuk satu senyawa dengan senyawa yang lain. Reaksi ini disebabkan oleh bagian steroida
dari molekul dan karakteristik untuk aglikon dari tipe scillarenin. Asam sulfat
80% digunakan sebagai alat untuk identifikasi biji strophanti. Biji strophanthus
kombe memberikan warna hijau dengan reagen ini, sedang kebanyakan pemalsunya
(S.courtmanni dan S. gratus ) memberikan warna merah.
F. Tanaman
Lain Yang Mengandung Glikosida Jantung
Di dalam tanaman, glikosida
jantung terdapat dalam tumbuhan digitalis. Digitalis (USP = United State of Pharmacopoeia
sejak tahun 1820 sampai sekarang) adalah serbuk daun Digitalis purpurea Linne
atau D. lanata (family Scrophulariaceae) yang telah dikeringkan pada suhu tidak
lebih dari 600 C. Berupa serbuk halus atau serbuk sangat halus. Untuk
menyesuaikan kadar, bisa diencerkan dengan bahan pengisi lain, seperti laktosa,
amilum, atau dengan daun digitalis yang telah diketahui kadarnya lebih tinggi
atau lebih rendah. Dimana potensinya diperhitungkan terhadap satuan USP unit.
Diketahui bahwa 1 USP unit setara dengan tidak kurang dari 100 mg serbuk daun
digitalis kering. Nama digitalis berasal dari istilah Latin digitus yang
berarti jempol. Ini menggambarkan bentuk bunga, Digitalis purpurea yang seperti
jempol.
Daun digitalis mengandung berbagai glikosida jantung,
diantaranya digitoksin (0,2-0,4 %), digitalin, gitalin, gitoksin, dan
digitonin. Daun-daunnya juga mengandung minyak atsiri yang tersusun dari
stearoptena, digitalosmin (yang memberi bau khas padaku serta menimbulkan rasa
tajam), asam antirinat, digitoflavon, inositol, dan pektin.
Secara umum digitalis adalah tanaman yang berpotensi
keras dan berbahaya bagi manusia karena aksi langsung menuju ke jantung. Dosis
yang terlalu besar akan memberikan gejala keracunan berupa hilangnya selera makan
(anorexia), mual (nausea), ludah membanjir keluar (salivation), muntah (vomiting)
diare, kepala pening (headache), mengantuk (drowsiness), bingung
(disorientation), gangguan konsentrasi (delirium), menghadapi bayangan
fatamorgana (hallucination), bahkan kematian.
Kegunaannya sendiri adalah sebagai kardiotonikum. Efek
penggunaan terutama ditimbulkan oleh bagian aglikon digitalis. Mekanisme kardiotonikum
adalah meningkatkan tonus otot jantung yang mengakibatkan pengosongan otot
jantung lebih sempurna dan curah jantung meningkat.
DIGOKSIN
Digoksin merupakan glikosida jantung yang berasal dari
digitalis lanata yang memiliki efek inotropik positif (meningkatkan kekuatan kontraksi
otot jantung). Selain itu, digoksin juga mempunyai efek tak langsung terhadap
aktivitas syaraf otonom dan sensitivitas jantung terhadap neurotransmiter.
NAMA DAN STRUKTUR KIMIA
Digoksin (digoxin) adalah salah satu jenis glikosida
jantung yang diekstraksi dari tanaman
foxglove , Digitalis lanata. Digoksin memiliki rumus
molekul C 41H64 O 14 dengan bobot
molekul 780,938 g/mol. Rumus struktur digoksin adalah
sebagai berikut:
4-[(3 S,5 R ,8 R ,9 S ,10 S ,12 R ,13 S ,14 S )-3- [(2 S
,4 S,5 R ,6 R )-5-[(2 S ,4 S ,5 R ,6 R )-5- [(2 S ,4 S,5 R ,6 R
)-4,5-dihydroxy-6-methyl-oxan-2- yl]oxy-4-hydroxy-6-methyl-oxan-2-yl]oxy-4-
hydroxy-6-methyl-oxan-2-yl]oxy-12,14-dihydroxy-10,13-dimethyl-1,2,3,4,5,6,7,8,9,11,12,15,16,17-
tetradecahydrocyclopenta[ a]phenanthren-17- yl]-5 H-furan-2-one
DESKRIPSI DAN STABILITAS
Digoksin berbentuk kristal putih atau serbuk dan memiliki
rasa pahit. Digoksin praktis tidak larut
dalam air, sedikit larut dalam alkohol encer, dan sangat
sedikit larut dalam propilen glikol 40%.
pH digoksin injeksi adalah 6,6-7,4. Digoksin akan stabil
bila disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya pada suhu 15-25 derajat
celcius. Digoksin injeksi dapat bercampur dengan larutan infus.
INDIKASI
Digoksin sebagai glikosida jantung digunakan untuk
digitalisasi dan terapi pemeliharaan. Digoksin juga digunakan secara intravena
(IV) untuk digitalisasi cepat pada kondisi darurat.
DOSIS DAN CARA PEMBERIAN
Cara Pemberian
Digoksin umumnya diberikan secara oral sebagai dosis
harian tunggal. Sedangkan untuk bayi dan
anak kurang dari 10 tahun, dosis harian sebaiknya
diberikan dalam dosis terbagi. Guna tercapainya konsentrasi serum puncak yang
lebih tinggi yang belum terbentuk, maka dosis harian terbagi direkomendasikan
bagi pasien dengan kriteria berikut:
1. Bayi dan anak dengan umur kurang dari 10 tahun
2. Pasien yang memerlukan dosis harian 300 mcg atau lebih
3. Pasien dengan riwayat atau beresiko terhadap
toksisitas dalam penggunaan glikosida jantung
4. Pasien tanpa masalah kepatuhan terapi, jika pasien
cenderung melanggar kepatuhan maka dosis harian tunggal lebih direkomendasikan Jika
terapi oral kurang efektif atau karena diperlukannya efek terapi yang cepat,
maka digoksin dapat diberikan melalui injeksi IV. Namun terapi oral harus
segera menggantikan injeksi IV bila telah memungkinkan. Untuk injeksi IV,
digoksin harus dilarutkan terlebih dahulu setidaknya 5 menit atau dilarutkan
dengan 4 kali lipat atau lebih besar dari volume dengan menggunakan air untuk
injeksi, dekstrosa 5%, atau NaCl 0,9% dengan lama pemberian sekurang-kurangnya
5 menit. Penyuntikan digoksin dengan volume pengenceran kurang dari 4 kali
volume awal dapat menyebabkan presipitasi digoksin. Pelarutan digoksin harus dilakukan
secara perlahan. Infus intravena lambat lebih direkomendasikan daripada pemberian
secara cepat. Infus IV cepat digoksin dapat menyebabkan penyempitan arteriolar sistemik
dan koroner, yang dapat berakibat fatal, pemberian digoksin ini harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang sudah terlatih. Jika pengukuran dosis digoksin yang
sangat kecil dengan menggunakan jarum suntik tuberkulin, maka ini akan
berpotensi overdosis.
Pencampuran digoksin dengan obat lain dalam satu jarum
suntik, atau dengan pemberian simultan sangat tidak direkomendasikan. Meskipun
digoksin dapat juga diberikan melalui injeksi intramuskular (IM), namun cara pemberian
ini kurang direkomendasikan karena sering menyebabkan iritasi lokal yang parah disamping
timbulnya rasa nyeri, disamping itu pemberian secara IV dapat menghasilkan efek
yang lebih cepat dan dapat diprediksi. Pemberian injeksi IM tidak memberikan
keuntungan dibanding injeksi IV, kecuali jika injeksi IV dikontraindikasikan.
Jika terpaksa obat harus diberikan melalui injeksi IM, maka obat harus diberikan
jauh ke dalam otot dengan disertai pijatan dari tempat suntikan, dengan volume penyuntikan
tidak boleh lebih dari 2 mL pada satu sisi tempat penyuntikan. Terapi digoksin oral
seyogyanya segera menggantikan terapi
injeksi tersebut.
Dosis Pertimbangan Umum
Pedoman dosis yang diberikan didasarkan pada respon
rata-rata pasien dan berbagai variable substansial yang dapat diamati pada
pasien. Penentuan dosis harus didasarkan pada kondisi klinis masing-masing
pasien. Dokter umumnya mendasarkan pemilihan dosis berdasarkan konsentrasi
serum digoksin. Radioimmunoassay dapat digunakan untuk memantau efek khasiat dan
toksisitas dari digoksin.
Digoksin memiliki indeks terapi sempit, sehingga penentuan
dosis harus sangat berhati- hati. Dosis biasa adalah dosis rata-rata yang pada
beberapa pasien memerlukan modifikasi dengan memperhatikan kebutuhan dan respon
tiap individu, kondisi umum, status kardiovaskular, fungsi ginjal, berat badan
dan usia pasien, kondisi penyakit penyerta, obat- obatan lain, dan
faktor-faktor lain yang mungkin mengubah farmakodinamika dan farmakokinetika digoksin,
dan konsentrasi plasma digoksin. Perbedaan ketersediaan hayati digoksin pada pemberian
oral, IV atau IM harus diperhatikan saat pasien beralih dari satu rute
pemberian ke rute pemberian lainnya. Tidak ada perbedaan yang berarti pada
ketersediaan hayati sediaan oral digoksin baik yang berbentuk tablet maupun eliksir,
kedua bentuk sediaan tersebut dapat digunakan secara bergantian. Namun saat
rute
pemberian digoksin diubah dari oral atau IM ke IV, maka
dosis digoksin harus dikurangi sekitar 20-25%. Pertimbangan Pengurangan Dosis
pada Pasien dengan Pemantauan EKG Pemantauan fungsi jantung dengan EKG harus dilakukan
selama terapi digoksin pada kondisi:
1. Terapi digoksin diberikan secara intravena
2. Terapi digoksin diberikan secara oral dalam waktu lama
3. Bila terapi digoksin diberikan pada pasien dengan
resiko reaksi negatif terhadap digoksin seperti pada pasien dengan penyakit jantung
atau ginjal yang berat.
Dosis glikosida jantung, termasuk digoksin harus dikurangi
pada kelompok pasien-pasien berikut:
1. Pasien dengan hipokalemia
2. Pasien dengan hipotiroid
3. Pasien dengan kerusakan miokard yang luas
4. Pasien dengan gangguan konduksi
5. Pasien geriatri, terutama bila disertai penyakit arteri
koroner
6. Dosis digoksin individual harus diberikan pada pasien
yang juga menerima terapi quinidin, karena eliminasi dan volume distribusi
digoksin kemungkinan akan menurun
Dosis bagi Pasien Gagal Jantung Kongestif
Pada kondisi ini digoksin dapat diberikan baik secara
digitalisasi cepat ataupun digitalisasi lambat yang berfrekuensi pada dosis
maupun frekuensi pemberiannya.
1. Digitalisasi cepat (hanya jika diperlukan secara
medis), loading dose digoksin harus diberikan dengan memperhatikan proyeksi penyimpanan
digoksin dalam tubuh. Dosis pemeliharaan harian harus mengikuti loading dose ,
dan dihitung sebagai prosentase dari loading dose . Puncak penyimpanan digoksin
dalam tubuh umumnya sebesar 8-12 mcg/KgBB yang akan memberikan efek terapi
dengan resiko toksisitas mimimum pada pasien dengan gagal jantung kongestif,
irama sinus normal, dan fungsi ginjal yang normal.
2. Digitalisasi lambat, terapi ini harus dimulai dengan
dosis pemeliharaan harian yang tepat yang memungkinkan penyimpanan digoksin dalam
tubuh secara perlahan. Konsentrasi steady-state umumnya akan dicapai dalam waktu
5 kali waktu paruh obat pada setiap pasien tergantung pada kondisi ginjal
pasien. Umumnya memerlukan waktu 1-3 minggu.
Loading Dose (Untuk Digitalisasi Cepat)
Loading dose adalah pemberian obat dalam dosis terbagi
dengan pemberian awal sekitar 50% dari total dosis, dan diikuti dengan fase pemberian
berikutnya sebesar 25% pada interval 6-8 jam setelah pemberian pertama baik
pada pemberian secara oral, IM maupun IV. Loading dose ini harus disertai
dengan pemantauan klinis pasien terlebih bila dilakukan penambahan dosis. Jika
berdasarkan respon klinisnya pasien memerlukan perubahan dosis, maka dosis pemeliharaannya
dihitung berdasarkan jumlah loading dose yang sebenarnya, yaitu dosis totalnya.
Biasanya dosis inisiasi oral sebesar 500-750 mcg
(0,5-0,75 mg) digoksin tablet, atau 400-600 mcg (0,4-0,6 mg) digoksin kapsul
cair menghasilkan efek terdeteksi setelah 0,5-2 jam dan terjadi efek maksimal
pada waktu 2-6 jam. Dosis tambahan sekitar 125-375 mcg tablet digoksin atau
100-300 mcg digoksin kapsul cair bila perlu dapat diberikan secara hati-hati
pada 6-8 jam setelah pemberian dosis inisiasi hingga diperoleh respon klinis
yang memadai. Pasien dengan berat badan 70 Kg umumnya mendapatkan respon klinis
yang memadai pada dosis 750-1250 mcg digoksin tablet atau setara dengan
600-1000 mcg digoksin kapsul cair.
Dosis inisiasi IV umumnya adalah 400-600 mcg (0,4-0,6 mg)
yang segera akan menghasilkan efek terdeteksi setelah 5-30 menit pemberian dan
mencapai efek maksimum setelah 1-4 jam setelah pemberian pada pasien dewasa.
Dosis tambahan 100-300 mcg digoksin dapat diberikan secara hati-hati setelah
6-8 jam setelah pemberian dosis inisiasi hingga diperoleh respon klinis yang
memadai. Dosis IV digoksin pada pasien dewasa dengan berat badan 70 Kg adalah sekitar
600-1000 mcg.
Dosis Pemeliharaan
Dosis pemeliharaan harian berfungsi untuk menggantikan
digoksin yang tereliminasi dari tubuh pasien, maka dosis tersebut dapat diperkirakan
dengan mengalikan prosentase eliminasi dengan penyimpanan tubuh ( loading dose
) yang menghasilkan respon klinis memadai.
Pasien dengan fungsi ginjal normal umumnya mengeliminasikan
sekitar 30% dosis harian total, sedangkan pasien anurik umumnya mengeliminasikan
sekitar 14% dari total dosis harian digoksin.
Dosis pemeliharaan digoksin pada pasien dewasa umumnya
adalah 125-500 mcg sekali sehari, dosis harus dititrasi sesuai umur, berat
badan, dan fungsi ginjal. Dosis pemeliharaan umumnya dimulai dengan dosis 250
mcg sekali perhari pada pasien dewasa dengan usia kurang dari 70
tahun dengan fungsi ginjal normal, dosis dapat ditingkatkan
setiap 2 minggu sesuai dengan respon klinis. Sedangkan dosis pemeliharaan oral dengan
kapsul cair umumnya sebesar 150-350 mcg setiap hari pada pasien dengan bersihan
kreatinin lebih dari 50 ml/menit. Dosis pemeliharan digoksin IV biasanya
125-350 mcg sekali perhari pada pasien dengan bersihan kreatinin 50 ml/menit
atau lebih.
Dosis pada Pasien Dewasa dengan Fibrilasi Atrial
Penyimpanan digoksin tubuh lebih dari 8-12 mcg/Kg
diperlukan untuk sebagian besar pasien gagal jantung koroner dan irama sinus
normal untuk mengendalikan laju ventrikel pada pasien dengan fibrilasi atrial.
Dalam pengobatan pasien dengan fibrilasi atrial kronis,
dosis digoksin harus dititrasi ke dosis minimum untuk menghasilkan efek yang diinginkan
pada ventrikel.
Dosis Pediatrik
Dosis pada neonatus terutama bayi premature harus
dititrasi secara sangat berhati-hati karena kemungkinan klirensnya menurun.
Bayi dan anak umur dibawah 10 tahun umumnya secara proporsional memerlukan
dosis yang lebih besar dari anak umur lebih dari 10 tahun dan orang dewasa yang
dihitung berdasarkan berat badan atau luas permukaan tubuh. Anak usia lebih
dari 10 tahun memerlukan dosis dewasa dengan perhitungan berat badan anak-anak.
Kapsul cair tidak direkomendasikan penggunaannya pada neonatus dan anak-anak.
Dosis pemeliharaan pada anak usia 2-5 tahun dengan fungsi
ginjal normal adalah 10-15 mcg/Kg BB, anak usia 5-10 tahun dengan fungsi ginjal
normal adalah 7-10 mcg/Kg BB, sedangkan anak usia lebih dari 10 tahun dengan
fungsi ginjal normal adalah 3-5 mcg/Kg BB. Dosis digitalisasi IV umumnya adalah
80% dari dosis tablet atau eliksir.
Dosis Geriatrik
Pada pasien geriatrik dosis harus dikurangi terlebih bila
pasien menderita penyakit jantung koroner. Usia lanjut dapat menjadi indicator adanya
penurunan fungsi ginjal. Dosis pemeliharaan pada pasien dengan usia lebih dari 70
tahun umumnya dimulai dengan dosis 125 mcg sekali sehari peroral (daam bnetuk
tablet).
Dosis pada Pasien dengan Penurunan Fungsi Hati
Tak ada penyesuaian dosis untuk pasien dengan penurunan
fungsi hati
Dosis pada Pasien dengan Penurunan Fungsi Ginjal
Dosis digoksin pada pasien dengan insufisiensi ginjal
(bersihan kreatinin kurang dari 10 ml/menit, maka penyesuaian dosis ditentukan berdasarkan
konsentrasi puncak penyimpanan digoksin dalam tubuh (6-10 mcg/Kg BB) karena penurunan
fungsi ginjal ini akan mempengaruhi pola distribusi dan eliminasi digoksin.
Dosis pemeliharaan digoksin pada pasien dewasa dengan
gangguan fungsi ginjal dapat dimulai dengan 125 mcg sekali sehari (tablet) atau
62,5 mcg pada pasien yang ditandai mengalami kerusakan ginjal, dosis dapat ditingkatkan
setiap 2 minggu sesuai dengan respon klinis.
FARMAKOKINETIK
Absorpsi
Setelah pemberian dosis oral baik dalam bentuk tablet
maupun eliksir, sekitar 60-85% digoksin akan diabsorpsi. Digoksin dalam sediaan
kapsul cair akan diabsorpsi sekitar 90-100%. Absorpsi
terutama terjadi pada usus kecil yang kemungkinan melalui
proses nonsaturable.
Penundaan pengosongan lambung atau adanya makanan mungkin
akan memperlambat penyerapan digoksin tetapi tidak mengurangi tingkat
penyerapannya. Penyerapan digoksin dari saluran cerna akan mengalami penurunan
hanya jika digoksin diberikan bersama makanan tinggi serat. pH lambung tidak
menghalangi penyerapan digoksin. Penyerapan digoksin dapat terganggu akibat
keadaan malabsorpsi.
Gastrektomi parsial dan by pass jejunoileal akan sedikit
mengubah pola absorpsi digoksin.
Konsentrasi plasma digoksin bervariasi pada tiap- tiap
individu dengan dosis tertentu dapat mengakibatkan efek terapeutik pada
seseorang, namun dapat juga menghasilkan efek toksik pada orang lain. Ambilan
digoksin dari otot jantung pada bayi hampir 2 kali lebih besar dibandingkan
pada orag dewasa. Untuk mengetahui konsentrasi plasma digoksin pada pasien maka
sampel darah harus diambil pada 6-8 jam setelah pemberian digoksin.Konsentrasi plasma
yang menghasilkan efek terapeutik pada orang dewasa umumnya sekitar 0,5-2
ng/mL, sedangkan pada pasien dengan fibrilasi atrial memerlukan konsentrasi
yang lebih tinggi yaitu sekitar 2-4 ng/mL akibat adanya pelambatan laju
ventrikel. Pada orang dewasa kecuali dengan fibrilasi atrial toksisitas dapat
terjadi pada kondisi plasma yang stabil lebih dari 2 ng/mL.
Neonatus umumnya mampu mentolerir konsentrasi plasma yang
lebih tinggi disbanding orang dewasa. Setelah pemberian digoksin oral dosis
tunggal 500-750 mcg akan menghasilkan onset setelah 0,5-2 jam setelah pemberian
dengan efek maksimum tercapai setelah 2-6 jam setelah pemberian, Sedangkan pada
pemberian IM dosis tunggal 1000 mcg, onset dihasilkan setelah 30 menit dengan
efek maksimum pada 4-6 jam setelah pemberian. Pada pemberian IV 400-600 mcg
dalam dosis tunggal menghasilkan onset pada 5-30 menit dan efek maksimum
terjadi pada 1-4 jam. Efek digoksin dapat bertahan selama 3-4 hari.
Distribusi
Pada konsentrasi plasma terapeutik, sekitar 20-30%
digoksin terikat pada protein plasma.Pasien dengan gangguan fungsi ginjal berat
memiliki volume distribusi yang lebih kecil dibandingkan pada pasien dengan
fungsi ginjal normal.
Metabolisme
Umumnya hanya sedikit digoksin yang akan mengalami
metabolisme, namun tingkat metabolisme ini dapat bervariasi dan berakibat fatal
pada beberapa pasien. Sebagian kecil metabolisme terjadi dihati, dan
metabolisme juga dapat terjadi oleh bakteri dilumen usus setelah pemberian oral
atau setelah eliminasi empedu pada pemberian IV. Digoksin mengalami reaksi pembelahan
bertahap dari gugus gula untuk membentuk digoksigenin-bisdigitoxosida, digoksigenin-monodigitoxosida,
dan digoksigenin,
metabolit tersebut bersifat menurunkan kardioaktivitas
digoksin. Digoksin juga mengalami pengurangan cincin lakton membentuk dihidrodigoksin
yang kemudian juga mengalami pembelahan bertahap pada gugus gulanya.
Eliminasi
Waktu paruh distribusi (t1/2) digoksin setelah pemberian
IV adalah sekitar 30 menit baik pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
maupun normal. Pada pasien dengan fungsi ginjal normal waktu paruh eliminasinya
sekitar 34-44 jam. Waktu paruh eliminasi berkepanjangan akan terjadi pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Pada pasien anephrik waktu paruh eliminasi
dapat mencapai 4,5 hari atau lebih. Waktu paruh eliminasi digoksin akan menurun
pada pasien dengan overdosis akut. Waktu paruh eliminasi meningkat pada pasien
hipotiroid dan menurun pada pasien hipertiroid. Pada pasien tak
terdigitalisasi, yang menerima dosis pemeliharaan tanpa loading dose yang telah
mencapai konsentrasi steady-state akan mengalami peningkatan waktu paruh
eliminasi
yaitu sekitar 4-5 kali waktu paruh eliminasi atau sekitar
7 hari pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Eliminasi harian pada pasien
dengan fungsi ginjal normal adalah sekitar 30%, dan 14% pada pasien anurik.
Prosentase eliminasi harian digoksin dapat dihitung
dengan persamaan:
%Eliminasi = 14 + (bersihan kreatinin (ml/ menit)/5)
Penggunaan persamaan diatas harus ekstra hati-hati karena
bersihan kreatinin tidak akurat menggambarkan fungsi ginjal dan bersihan digoksin
total dari dalam tubuh pasien.
SEDIAAN DIGOKSIN
Digoksin tersedia dalam bentuk tablet, eliksir,
Kapsul cair, dan injeksi.
Komentar
Posting Komentar